BEBALI – 10 Maret 2025 – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di kantor DPRD Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berlangsung panas, membahas polemik pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) bagi perangkat desa dan kelurahan.
Ketua DPRD Sitaro, Djon Ponto Janis, SH, menjelaskan bahwa rapat ini bertujuan menyamakan persepsi antara legislatif dan eksekutif terkait regulasi serta keputusan akhir mengenai pengangkatan tenaga P3K. Konsultasi telah dilakukan hingga ke tingkat kementerian, dengan mengacu pada aturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, keputusan tetap berada di tangan pemerintah daerah.
Dalam rapat tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sitaro menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak dapat memenuhi syarat pengangkatan bagi 24 peserta seleksi tahap pertama dari perangkat desa serta 11 peserta dari perangkat kelurahan yang sebelumnya dinyatakan lolos. Keputusan ini menjadi pukulan telak bagi mereka yang telah berjuang dalam seleksi dengan harapan mendapatkan status sebagai pegawai pemerintah.
Tidak hanya itu, pada seleksi tahap kedua, kembali 24 perangkat desa dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS), menambah daftar panjang mereka yang gagal diangkat menjadi P3K. Keputusan ini menuai kekecewaan mendalam di kalangan peserta dan masyarakat luas.
DPRD, sebagai representasi masyarakat, menyoroti besarnya biaya yang telah dikeluarkan para peserta selama proses seleksi. Banyak dari mereka mengorbankan waktu, tenaga, dan materi, namun kini harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka tidak bisa diakomodasi dalam skema pengangkatan P3K.
Ketua DPRD menegaskan bahwa meskipun dewan telah melakukan konsultasi dengan kementerian terkait, keputusan akhir tetap berada di tangan eksekutif daerah. Ia meminta pemerintah daerah, khususnya tim panitia seleksi (Pansel) yang diketuai oleh Sekda, untuk mempertimbangkan bentuk kompensasi bagi peserta yang merasa dirugikan. Alternatif yang diusulkan antara lain pengembalian sebagian biaya seleksi atau solusi lain yang dapat meringankan beban mereka.
DPRD juga menekankan bahwa keputusan ini harus disertai dengan penjelasan yang transparan agar tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. “Kekecewaan masyarakat tidak boleh diabaikan begitu saja. Keputusan ini harus dijelaskan dengan rinci dan disertai solusi yang adil,” ujar Ketua DPRD.
Di sisi lain, pemerintah daerah tetap berpegang teguh pada regulasi yang berlaku. Sekda Sitaro menegaskan bahwa keputusan ini telah dikonsultasikan dengan kementerian terkait dan tidak ada celah untuk melangkahi aturan yang telah ditetapkan secara nasional.
Namun, masyarakat yang terdampak tetap berharap adanya pertimbangan lain. Mereka menuntut agar pemerintah daerah tidak hanya berpegang pada regulasi semata, tetapi juga melihat dampak sosial dan psikologis dari keputusan tersebut.
Polemik ini mencerminkan dilema antara ketatnya aturan dan keadilan sosial. Ke depan, DPRD berkomitmen untuk terus mengawal aspirasi masyarakat, sementara pemerintah daerah didesak untuk lebih transparan dalam setiap tahapan seleksi guna menghindari kekecewaan serupa di masa mendatang.