Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah petani pala di Pulau Siau memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian dalam pengelolaan tanaman pala. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif-deskriptif dengan teknik wawancara terhadap lima informan kunci: dua petani senior, dua pembeli kampung, dan satu pedagang kota.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun tanaman pala tumbuh subur secara alami tanpa memerlukan pupuk tambahan, nilai ekonomi yang diperoleh petani sangat rendah akibat praktik penjualan biji pala mentah dengan harga Rp 35.000 per 100 biji, padahal nilai pasar biji pala kering dan fuli jauh lebih tinggi.
Petani berada pada posisi terlemah dalam rantai nilai karena keterbatasan akses pasar, alat pengolahan, dan kelembagaan usaha. Fenomena apoteke (gadai pohon pala) yang meluas menyebabkan banyak petani kehilangan hak atas kebunnya dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Penelitian ini merekomendasikan intervensi kelembagaan seperti koperasi tani, pemanfaatan dana desa, dan program Kredit Usaha Rakyat untuk menguatkan posisi tawar petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.
Kata kunci: petani pala, Pulau Siau, rantai nilai, apoteke, kemiskinan, koperasi.
Klik Disini untuk mendapatkan jurnalnya.